Hotman Jawab Dugaan Nadiem Ubah Kajian dalam Proyek Pengadaan di Kemendikbud Ristek
Menurut Hotman, ada dua kajian proyek pengadaan laptop untuk sekolah semasa pandemi Covid-19.

Kuasa Hukum Nadiem Makarim, Hotman Paris Hutapea membantah kliennya mengubah kajian untuk proyek pengadaan laptop semasa menjabat Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek). Menurut Hotman, ada dua kajian proyek pengadaan laptop untuk sekolah semasa pandemi Covid-19.
"Jadi pertanyaan pertama yang paling basic adalah kan yang pertama kan seolah-olah Nadiem ini mengubah kajian. Itu paling basicnya di situ. Unsur melawan hukum yang dituduhkan itu mengubah kajian agar Chromebook dimenangkan ternyata itu dua kajian yang berbeda," kata Hotman saat konferensi pers bersama Nadiem di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Selasa (10/6).
Hotman menjelaskan, kajian pertama pengadaan proyek laptop itu dilakukan sebelum Nadiem menjadi Mendikbud Ristek, dengan sasaran daerah tertinggal, terdepan dan terluar. Sementara pengadaan proyek laptop semasa Nadiem menjabat Mendikbud Ristek menyasar daerah yang sudah terjangkau internet dengan spesifikasi OS Chromebook.
"Jadi yang mengatakan bahwa tidak cocok itu untuk daerah tertinggal itu memang tidak cocok. Tapi kan proyek beliau ini bukan untuk daerah tertinggal," kata Hotman.
Oleh sebab itu, Hotman menegaskan tidak ada unsur melawan hukum dilakukan Nadiem dalam proyek pengadaan laptop untuk Kemendikbud Ristek.
"Tadi kan unsur melawan hukumnya bahwa dia mengubah uji coba itu, sudah tidak benar karena dua hal yang berbeda itu satu sudah terbantahkan," ujar Hotman.
Penjelasan Nadiem
Sementara itu, Nadiem menegaskan bahwa proses pengadaan laptop selama menjabat Mendikbud Ristek bukan menargetkan daerah tertinggal, terdepan dan terluar atau 3 T. Sasaran pengadaan laptop masa kepemimpinannya adalah sekolah-sekolah yang sudah memiliki akses internet.
Sedangkan hasil kajian yang menyebutkan bahwa OS Chromebook tidak cocok diaplikasikan di sekolah dikatakan Nadiem, dilakukan sebelum menjabat Mendikbud Ristek. Oleh sebab itu, Nadiem menuturkan alasannya tetap mengadakan proyek laptop karena pengadaan bukan hanya menyangkut laptop, melainkan alat pendukung lainnya seperti modem wifi 3G dan juga projektor untuk bisa mengakses internet.
"Jadi Kemendikbud Ristek membuat kajian yang komprehensif, tapi targetnya itu adalah bukan daerah 3T dan di dalam petunjuk teknis sangat jelas hanya boleh diberikan kepada sekolah yang punya internet," kata Nadiem.
Temuan Kejagung
Kejagung sebelumnya tengah menyidik perkara dugaan korupsi dalam pengadaan digitalisasi pendidikan berupa laptop Chromebook di Kemendikbudristek pada tahun 2019—2022.
Kapuspenkum Kejagung Harli mengatakan bahwa penyidik Kejagung mendalami dugaan adanya pemufakatan jahat oleh berbagai pihak dengan mengarahkan tim teknis agar membuat kajian teknis terkait pengadaan bantuan peralatan yang berkaitan dengan pendidikan teknologi pada tahun 2020.
"Supaya diarahkan pada penggunaan laptop yang berbasis pada operating system (sistem operasi) Chrome," kata Harli kepada awak media di Jakarta, Senin (9/6).
Padahal, Harli mengatakan, penggunaan Chromebook bukanlah suatu kebutuhan. Hal ini karena pada tahun 2019 telah dilakukan uji coba penggunaan 1.000 unit Chromebook oleh Pustekom Kemendikbud Ristek dan hasilnya tidak efektif.
Dari pengalaman tersebut, tim teknis pun merekomendasikan untuk menggunakan spesifikasi dengan sistem operasi Windows. Namun, Kemendikbud Ristek saat itu mengganti kajian tersebut dengan kajian baru yang merekomendasikan untuk menggunakan operasi sistem Chrome.
Dari sisi anggaran, Harli mengatakan bahwa pengadaan itu menghabiskan dana sebesar Rp9,982 triliun.
Dana hampir puluhan triliun tersebut terdiri atas Rp3,582 triliun dana satuan pendidikan (DSP) dan sekitar Rp6,399 triliun berasal dari dana alokasi khusus (DAK).