Penjelasan Lengkap Nadiem Sasaran Sekolah Proyek 1,1 Juta Laptop Chromebook
Nadiem menjelaskan alas an pemilihan proyek pengadaan laptop Chromebook dianggap banyak pihak tidak cocok untuk diaplikasikan di sekolah.

Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim membantah proyek pengadaan laptop Chromebook saat menjabat Menteri menyalahi kajian. Nadiem menjelaskan alasan pemilihan proyek pengadaan laptop Chromebook dianggap banyak pihak tidak cocok untuk diaplikasikan di sekolah.
Menurut Nadiem, uji coba laptop Chromebook telah dilakukan sebelum masa kepemimpinannya di Kemendikbud-Ristek. Namun hasil uji coba itu berbeda sasaran dengan proyek pengadaan laptop Chromebook dilakukannya.
"Memang sepengetahuan saya ada narasi bahwa ada kajian yang menyebut bahwa Chromebook itu tidak cocok untuk diaplikasikan di sekolah. Saya ingin klarifikasi. Memang ada uji coba Chromebook yang terjadi sebelum masa kementerian saya. Dan uji coba tersebut itu dilakukan di daerah 3T," kata Nadiem di kawasan Jakarta Selatan, Selasa (10/6).
Sasaran Proyek Laptop Chromebook
Nadiem menegaskan, program pengadaan 1,1 juta laptop masa kepemimpinannya tidak ditargetkan untuk daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) sebagaimana uji coba pejabat sebelumnya. Sasaran kebijakannya adalah hanya sekolah-sekolah yang memiliki akses internet.
"Itulah alasannya juga pengadaan ini bukan hanya laptop, tapi juga ada modem wifi 3G, dan juga proyektor dan lain-lain yang diberikan untuk bisa mengakses internet itu. Jadi, Kemendikbudristek membuat kajian yang komprehensif, tapi targetnya itu adalah bukan daerah 3T. Dan di dalam juknis sangat jelas hanya boleh diberikan kepada sekolah yang punya internet," ujar Nadiem.
Sementara untuk daerah 3T, Nadiem menyatakan bahwa program yang diterapkan adalah Awan Penggerak, yakni upaya membantu sekolah di sana mendapatkan koneksi internet.
"Dan itu adalah program di mana kita memberikan device khusus, local cloud kepada sekolah-sekolah yang tidak punya internet. Jadi beda programnya dengan pengadaan Chromebook, di mana itu untuk mayoritas sekolah yang punya koneksi internet," kata Nadiem.
Nadiem mengaku bersikukuh memakai laptop Chromebook tersebut karena dianggap harganya yang lebih murah dan secara spesifikasinya kurang lebih sama dengan laptop pada umumnya.
"Satu hal yang sangat jelas pada saat saya mencerna laporan ini adalah dari sisi harga Chromebook itu kalau speknya sama selalu 10-30% lebih murah," kata Nadiem.
"Dan bukan hanya itu saja operating systemnya Chrome OS itu gratis Sedangkan operating system lainnya itu berbayar, dan bisa berbayar sampai 1,5 sampai 2,5 juta tambahan," Nadiem menambahkan.
Dari sisi sistem operasi Chromebook juga tidak memerlukan biaya tambahan seperti sistem operasi menggunakan Windows.
Penggunaan laptop Chromebook itu juga dianggap guru-guru bisa mengkontrol agar murid-muridnya tidak menyalahgunakan seperti memakainya untuk pornografi, judi online, dan digunakan untuk gaming dan lain-lain.
"Jadi berbagai macam alasan di dalam kajian ini benar-benar menunjukkan kenapa ada keunggulan dari aspek Chromebook Dan satu klarifikasi lagi bahwa Chromebook itu bisa digunakan secara offline walaupun fiturnya lumayan terbatas," tegas dia.
Dugaan Korupsi Beda dengan Proyek Nadiem
Di tempat yang sama, kuasa hukum Nadiem, Hotman Paris menambahkan, salah satu unsur melawan hukum yang dipaparkan Kejagung adalah dugaan mengubah kajian agar pengadaan laptop Chromebook tetap dilaksanakan. Namun, uji coba yang dilakukan antara pejabat sebelumnya dengan kliennya adalah dua hal berbeda.
“Ternyata itu dua kajian yang berbeda. Kalau kajian yang pertama itu adalah untuk daerah 3T, yaitu daerah ketinggalan. Itu ada dilakukan kajian itu sebelum beliau jadi menteri,” kata Hotman.
Temuan Kejagung
Sementara itu, dalam versi Kejaksaan Agung (Kejagung) mengatakan sebanyak 1.000 unit laptop Chromebook sudah dilakukan uji coba. Tapi hasilnya tidak memadai karena laptop dengan basis chromebook tersebut harus terus menerus terkoneksi dengan internet. Sementara penggunaan internet di Indonesia masih belum merata.
Alhasil dibuatkan kajian agar laptop dengan sistem operasi Chromebook tersebut serasa diunggulkan dan tetap diadakan oleh pejabat di Kemendikbudristek. Total pengadaan laptop tersebut kurang lebih dianggarkan mencapai Rp9,9 triliun.
Konstruksi Perkara
Kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan digitalisasi pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Tahun 2019-2023. Anggaran yang digelontorkan pemerintah sendiri mencapai hampir Rp10 triliun.
“Bahwa benar jajaran Jampidsus ya melalui penyidik pada tanggal 20 Mei 2025 dengan Surat Perintah Penyidikan Nomor 38 dan seterusnya tanggal 20 Mei 2025 telah meningkatkan status penanganan perkara,” tutur Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar di Kejagung, Jakarta Selatan, Senin (26/5/2025).
“Meningkatkan status penanganan perkara dari penyelidikan ke penyidikan dalam dugaan tindak pidana korupsi pada Kemendikbud Ristek dalam pengadaan digitalisasi pendidikan tahun 2019-2023,” ujar dia.
Harli mengurai posisi kasus, bahwa terjadi dugaan adanya persekongkolan atau permufakatan jahat dari berbagai pihak, dengan cara mengarahkan tim teknis agar membuat kajian terkait pengadaan pengadaan peralatan TIK untuk ranah teknologi pendidikan.
“Nah supaya apa? Supaya diarahkan pada penggunaan laptop yang berbasis pada operating system Chrome, apa namanya itu? Chromebook, berbasis Chromebook. Padahal itu dilakukan bukan menjadi kebutuhan pada saat itu,” jelas dia.
Menurut Harli, pada 2019 lalu sebenarnya telah dilakukan uji coba terhadap penerapan 1.000 unit Chromebook untuk pengembangan digitalisasi pendidikan, namun nyatanya tidak efektif. Sementara, proyek pengadaannya malah tetap dilakukan kemudian.
“Kenapa tidak efektif? Karena kita tahu bahwa dia berbasis internet, sementara di Indonesia internetnya itu belum semua sama, bahkan ke daerah-daerah, sehingga diduga bahwa ada persekongkolan di situ, karena di tahun-tahun sebelumnya sudah dilakukan uji coba karena sesungguhnya penggunaan Chromebook itu kurang tepat,” ungkapnya.
Dari sisi anggaran, diketahui dana yang digelontorkan sebesar Rp9,9 triliun lebih hingga mendekati Rp10 triliun, yang terdiri dari Rp3,582 triliun untuk pendanaan di satuan pendidikan dan sekitar Rp6,399 triliun melalui Dana Alokasi Khusus alias DAK.
“Dan perlu juga saya sampaikan bahwa pada tanggal 21 Mei yang lalu, penyidik setelah menaikkan status penanganan perkara ke penyidikan, maka penyidik sudah melakukan upaya penggeledahan dan penyitaan,” kata Harli.
Sejauh ini, sudah ada dua tempat yang menjadi sasaran penggeledahan, yakni di Apartemen Kuningan Place dan Apartemen Ciputra Wolrd 2. Penyidik pun menyita berbagai dokumen dan barang bukti elektronik di kediaman dua Stafsus Nadiem Makarim atas nama Fiona Handayani dan Juris Stan.
Sementara itu, kasus dugaan korupsi digitalisasi pendidikan Chromebook sendiri sempat ditangani oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Harli mengatakan, nantinya penyidik akan memilah bagaimana perkembangan penanganan perkara di instansi lainnya itu.
“Kalau misalnya yang sana itu ditangani sudah katakanlah sampai proses penuntutan atau persidangan, barangkali kan tinggal memilah saja mana yang sudah ditangani, mana yang belum. Tetapi kalau tidak, karena dari total anggaran ini sekitar Rp9,9 triliun ini kan, hampir Rp10 triliun ini, barangkali itu yang akan nanti didalami, dikaji, dilihat ke daerah mana saja,” Harli menandaskan.